INFO TERKINI

Waspadai potensi hujan sedang hingga lebat di wilayah Lombok Tengah, Lombok Utara, Lombok Timur, Sumbawa Bagian Tengah, Bima dan Dompu pada Siang hingga Malam hari, serta waspadai kenaikan tinggi gelombang yang mencapai ≥ 2.0 m di Selat Lombok , Selat Alas, dan Perairan Selatan NTB.

Sabtu, 23 September 2017

Pengamatan Visual Gunung Agung

Gambar
1. Pengamatan Visual
  1. Pengamatan visual Gunungapi Agung dari periode Sabtu, 1 Juli 2017 hingga Senin, 31 Juli 2017 (31 hari) pada umumnya cuaca cerah hingga hujan, dengan curah hujan maksimal 67.9 mm, angin lemah hingga sedang ke arah timur dan barat. Suhu udara sekitar 19 - 31°C. Kelembaban 64 - 89%. Gunungapi terlihat jelas hingga tertutup Kabut 0-III. Asap nihil.Pengamatan visual Gunungapi Agung dari periode Selasa, 1 Agustus 2017 hingga Kamis, 31 Agustus 2017 (31 hari) pada umumnya cuaca cerah hingga hujan, dengan curah hujan maksimal 22.6 mm, angin lemah hingga sedang ke arah timur dan barat. Suhu udara sekitar 19 - 31°C. Kelembaban 64 - 88%. Gunungapi terlihat jelas hingga tertutup Kabut 0-III. Asap nihil.
  2. Pengamatan visual Gunungapi Agung dari periode Jumat, 1 September 2017 hingga Kamis, 14 September 2017 (14 hari) pada umumnya cuaca cerah hingga hujan, dengan curah hujan maksimal 14.4 mm, angin lemah hingga sedang ke arah timur dan utara. Suhu udara sekitar 20 - 31°C. Kelembaban 88%. Tekanan udara 84 mmHg. Gunungapi terlihat jelas hingga tertutup Kabut 0-III. Asap nihil.
  3. Pengamatan visual Gunungapi Agung selama status Level II (Waspada) dari periode Kamis, 14 September 2017 hingga Selasa, 18 September 2017 (5 hari) pasca kenaikan status dari Level II (Waspada) ke Level III (Siaga) pada umumnya cuaca cerah hingga hujan, dengan curah hujan maksimal 16.6 mm, angin lemah hingga sedang ke arah barat dan utara. Suhu udara sekitar 18 - 31°C. Kelembaban 56 - 89%. Gunungapi terlihat jelas hingga tertutup Kabut 0-III. Teramati asap kawah utama dengan ketinggian maksimum 50 meter dari atas puncak, bertekanan lemah dengan warna putih dan intensitas tipis.
  4. Pengamatan visual Gunungapi Agung selama status Level III (Siaga) dari periode Senin, 18 September 2017 hingga Jumat, 22 September 2017 (5 hari) pada umumnya cuaca cerah hingga hujan, dengan curah hujan maksimal 0.4 mm, angin lemah hingga sedang ke arah timur dan barat. Suhu udara sekitar 18 - 31°C. Kelembaban 56 - 88%. Gunungapi terlihat jelas hingga tertutup Kabut 0-III. Teramati asap kawah utama dengan ketinggian maksimum 200 meter dari atas puncak,
  5. bertekanan lemah dengan warna putih dan intensitas sedang.
2. Instrumental
  1. Pengamatan instrumental Gunungapi Agung dari periode 1 Juli 2017 hingga 31 Juli 2017, terekam 6 kali gempa Vulkanik Dalam dengan amplitudo 2 - 19 mm, S-P 1 - 3 detik dan lama gempa 22 - 47 detik. 4 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 3 - 9 mm, S-P 5 - 7 detik dan lama gempa 23 - 85 detik. 46 kali gempa Tektonik Jauh dengan amplitudo 2 - 23 mm, S-P 13 - 85 detik dan lama gempa 40 - 235 detik.
  2. Pengamatan instrumental Gunungapi Agung dari periode 1 Agustus 2017 hingga 30 Agustus 2017, terekam 5 kali gempa Vulkanik Dangkal dengan amplitudo 2 - 7 mm dan lama gempa 8 - 22 detik. 43 kali gempa Vulkanik Dalam dengan amplitudo 2 - 10 mm, S-P 1 - 4 detik dan lama gempa 14 - 38 detik. 15 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 3 - 22 mm, S-P 4.5 - 8 detik dan lama gempa 27 - 55 detik. 38 kali gempa Tektonik Jauh dengan amplitudo 2 - 25 mm, S-P 15 - 151 detik dan lama gempa 14 - 260 detik.
  3. Pengamatan instrumental Gunungapi Agung dari periode 1 September 2017 hingga 13 September 2017, terekam 19 kali gempa Vulkanik Dangkal dengan amplitudo 2 - 7 mm dan lama gempa 4 - 30 detik. 54 kali gempa Vulkanik Dalam dengan amplitudo 2 - 10 mm, S-P 0.9 - 4 detik dan lama gempa 7 - 48 detik. 11 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 5 - 10 mm, S-P 4.5 - 9 detik dan lama gempa 24 - 60 detik. 13 kali gempa Tektonik Jauh dengan amplitudo 2 - 24 mm, S-P 11 - 46 detik dan lama gempa 21 - 166 detik.
  4. Pasca kenaikan status ke Level II (Waspada) pada 14 September 2017 pukul 14.00 WITA, hingga 18 September 2017, terekam 1 kali gempa Tremor NonHarmonik dengan amplitudo 6 mm dan lama gempa 480 detik. 21 kali gempa Vulkanik Dangkal dengan amplitudo 2 - 10 mm dan lama gempa 6 - 40 detik. 602 kali gempa Vulkanik Dalam dengan amplitudo 2 - 10 mm, S-P 0.9 - 3.5 detik dan lama gempa 5 - 38 detik. 12 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 5 - 8 mm, S-P 4.5 - 8.5 detik dan lama gempa 29 - 47 detik. 1 kali gempa Terasa dengan amplitudo 8 mm dan lama gempa 66 detik. 3 kali gempa Tektonik Jauh dengan amplitudo 7 - 8 mm, S-P 12 - 16 detik dan lama gempa 47 - 71 detik.
  5. Pasca kenaikan status ke Level III (Siaga) pada 18 September 2017 pukul 21.00 WITA, hingga 21 September 2017 pukul 06.00 WITA, terekam 113 kali gempa Vulkanik Dangkal dengan amplitudo 2 - 6 mm dan lama gempa 5 - 14 detik. 1947 kali gempa Vulkanik Dalam dengan amplitudo 2 - 9 mm, S-P 1 - 3.5 detik dan lama gempa 7 - 36 detik. 85 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 5 - 8 mm, S-P 4.5 - detik dan lama gempa 29 - 78 detik. 1 kali gempa Terasa dengan amplitudo 8 mm dan lama gempa 66 detik. 2 kali gempa Tektonik Jauh dengan amplitudo 2 - 9 mm, S-P tidak terbaca dan lama gempa 62 - 147 detik. Gempa-gempa terasa semakin sering dirasakan oleh penduduk maupun di Pos Pengamatan Gunungapi Agung di Rendang. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa tekanan akibat pergerakan magma yang terakumulasi di bawah permukaan menjadi semakin besar.
3. Evaluasi
  1. Pasca kenaikan status ke Level III (Siaga), pengamatan visual G. Agung dari Pos PGA Agung di Rendang menunjukkan adanya asap solfatara di kawah G. Agung setinggi 200 meter dari bibir kawah dengan intensitas putih tipis sampai sedang dengan tekanan lemah.
  2. Pasca kenaikan status ke Level III (Siaga) pada 18 September 2017 pukul 21.00 WITA, tingkat kegempaan G. Agung terus menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah perekaman data seismik di Gunung Agung. Gempa Vulkanik Dalam (VA) yang mengindikasikan proses peretakan batuan di dalam tubuh gunungapi yang diakibatkan oleh tekanan magma dari kedalaman menuju ke permukaan mulai terekam meningkat jumlahnya secara konsisten sejak 10 Agustus 2017 dan terus meningkat jumlahnya pasca kenaikan status ke Level III (Siaga) dengan amplituda berkisar 4-10 mm. Gempa Vulkanik Dangkal (VB) juga mulai terekam meningkat jumlahnya secara konsisten sejak 24 Agustus 2017 dengan amplituda kegempaan vulkanik berkisar antara 3-10mm.
  3. Analisis pola perubahan energi seismik untuk periode krisis Gunung Agung kali ini mengindikasikan bahwa peningkatan amplitudo seismik yang terjadi terus mengalami percepatan yang semakin tinggi dan cenderung mengarah ke satu garis asymptote (erupsi/letusan).
  4. Analisis cross-correlation pada ambient-seismic-noise mengindikasikan adanya penurunan struktur kecepatan batuan di dalam tubuh Gunung Agung. Hal ini mengindikasikan zona hancuran di tubuh Gunungapi Agung semakin banyak akibat migrasi magma ke permukaan. Jika zona hancuran ini semakin banyak dan terus mendekat ke permukaan maka bukan tidak mungkin erupsi/letusan dapat segera terjadi.
  5. Aktivitas Gempa Tektonik Lokal yang mengindikasikan perubahan stress batuan di sekitar G. Agung juga terekam dan mulai meningkat secara konsisten sejak 26 Agustus 2017 dengan amplituda berkisar 6 mm sampai 22 mm. Gempa Terasa frekuensinya semakin tinggi dan semakin dirasakan oleh masyarakat di sekitar G. Agung maupun di Pos Pengamatan Gunungapi Agung di Rendang, Karangasem, Provinsi Bali. Dari tanggal 14 September hingga 18 September 2017 pukul 20:00 WITA, telah terjadi 3 kali Gempa Terasa yang berpusat di sekitar G. Agung. Terakhir, Gempa Terasa di sekitar G. Agung pada tanggal 22 September 2017 pukul 11:37:08 WITA dengan magnitudo Md 3.0 dan terasa dengan skala MMI III di Pos PGA Agung di Rendang (13 km di sebelah Selatan-Baratdaya dari puncak G. Agung).
  6. Citra termal yang terekam oleh sensor MODIS di satelit Terra dan Aqua (NASA) pada periode 1 Januari - 22 September 2017  menunjukkan adanya titik api di G. Agung, tetapi anomali panas itu bukan merupakan aktivitas vulkanik G. Agung, melainkan kebakaran lahan pada tanggal 19 September 2017.
  7. Citra satelit ASTER TIR menunjukkan anomali panas di daerah kawah G. Agung sejak Juli 2017 dan mulai teramati semakin meluas pada pertengahan Agustus 2017 hingga saat ini. Intensitas titik panas di citra satelit teramati lebih terang pada pertengahan Agustus 2017 hingga saat ini yang mengindikasikan bahwa transfer energi melalui fluida magmatik ke permukaan intensitasnya semakin tinggi dan pada batas tertentu dapat melemahkan lapisan penutup sisa letusan 1963 di dekat permukaan kawah (lava plug 1963) dan kemudian dapat diikuti oleh letusan.
  8. Citra anomali konsentrasi SO2 di udara di sekitar G. Agung belum memperlihatkan anomali akibat aktivitas G. Agung.
  9. Data deformasi yang diperoleh melalui analisis data satelit dalam periode Agustus hingga September 2017 menunjukkan adanya indikasi inflasi (penggembungan) pada tubuh Gunung Agung.
  10. Berdasarkan hasil analisis data visual dan instrumental aktivitas G. Agung, dapat disimpulkan bahwa aktivitas vulkanik G. Agung saat ini berada pada tingkatan yang sangat tinggi sehingga probabilitas untuk terjadi letusan menjadi semakin meningkat. Perlu dipahami bahwa kejadian letusan tidak dapat dipastikan tepat kapan waktunya dan seberapa besar intensitasnya. Mengestimasi karakter letusan G. Agung ke depan cenderung lebih sulit dari gunungapi lainnya karena tidak adanya data instrumental sebagai pembanding dengan letusan sebelumnya. Satu-satunya data yang dapat dijadikan pedoman adalah fenomena rentetan Gempa Terasa yang dirasakan oleh masyarakat di sekeliling G. Agung pada tahun 1963 juga dirasakan pada tahun ini. Namun demikian, upaya mitigasi bencana letusan perlu dilakukan. Hingga saat ini kecenderungan bahwa aktivitas vulkanik G. Agung akan menurun belum teramati. Sebaliknya, saat ini aktivitas vulkanik G. Agung menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Oleh karena itu, meskipun semua elemen berharap letusan tidak terjadi, namun semua elemen harus bersiap dengan kemungkinan terburuk.
4. Potensi Bencana
  1. Sejarah aktivitas erupsi G. Agung dicirikan oleh erupsi-erupsi yang bersifat eksplosif dan efusif dengan pusat kegiatan di G. Agung yang terletak di dalam Kawah G. Agung.
  2. Berdasarkan sejarahnya, jika terjadi letusan G. Agung seperti pada tahun 1963 maka potensi bahaya yang mungkin terjadi dapat berupa lontaran piroklastik (bom vulkanik/batu panas), hujan abu, aliran piroklastika, aliran lava, hingga banjir lahar. Jika terjadi letusan, potensi bahaya primer yang dapat terjadi di dalam radius 9 km berupa jatuhan piroklastik dengan ukuran sama atau lebih besar dari 6 cm.
  3. Hasil pemodelan potensi sebaran hujan abu menunjukkan bahwa jika terjadi letusan saat ini dengan asumsi indeks eksplosivitas letusan VEI III maka sektor Barat, Baratlaut dan Utara dari G. Agung adalah sektor yg paling terancam. Sektor tersebut berpotensi terlanda hujan abu lebat dengan ketebalan maximum mencapai 1.6 meter (hingga jarak 15 km dari Puncak Gunung Agung) dan ketebalan maximum 0.4 meter (hingga jarak 30 km dari Puncak Gunung Agung).
  4. Hasil pemodelan potensi sebaran abu vulkanik di udara mengindikasikan jika erupsi terjadi dalam waktu dekat maka abu vulkanik dapat tersebar jauh utamanya ke arah Baratlaut dari Puncak G. Agung dan diperkirakan dapat mengganggu operasional penerbangan dari dan ke: Bali, Surabaya, dan Banyuwangi. Namun mengenai potensi gangguan abu vulkanik di udara sangat mengikuti arah dan kecepatan angin, sehingga pihak-pihak yang terkait keselamatan penerbangan diharapkan untuk adaptif sesuai dengan kondisi aktual.
  5. Hasil pemodelan potensi aliran piroklastik (Awan Panas) dengan asumsi bahwa letusan pembuka memiliki volume letusan 10 juta m3, maka aliran piroklastika dapat berpotensi meluncur ke sektor Utara-Timurlaut, Tenggara, dan Selatan-Baratdaya dengan jangkauan sekitar 10 km dalam waktu kurang dari 3 menit. Namun jika volume letusan melebihi 10 juta m3, maka aliran piroklastika dapat berpotensi meluncur ke sektor Utara-Timurlaut, Tenggara, dan Selatan-Baratdaya dengan jangkauan melebihi 10 km. Oleh karena itu, ke depan PVMBG dapat mengubah rekomendasi gunungapi sesuai dengan perkembangan data pemantauan terbaru.
  6. Ancaman bahaya aliran piroklastik (Awan Panas) tersebut di atas maupun aliran lava utamanya berada pada sektor utara lereng G. Agung terutama di daerah aliran sungai Tukad Tulamben, Tukad Daya, Tukad Celagi yang berhulu di area bukaan kawah, pada sektor Tenggara terutama di daerah aliran Sungai Tukad Bumbung, dan pada sektor Selatan-Baratdaya terutama di daerah Pati, Tukad Panglan, dan Tukad Jabah.
5. Kesimpulan
  1. Hingga saat ini berdasarkan data yang diamati dan dianalisis secara komprehensif oleh PVMBG, aktivitas G. Agung disimpulkan sangat tinggi dan belum ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa tingkat aktivitasnya akan menurun.
  2. Jika letusan terjadi, terdapat potensi bencana yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi karena saat ini banyak masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana. Selain itu, masyarakat di sekeliling Gunung Agung juga belum memiliki pengalaman yang cukup banyak untuk menghadapi letusan Gunung Agung karena gunungapi ini terakhir meletus pada tahun 1963 (54 tahun yang lalu).
  3. Berdasarkan hasil analisis data visual dan instrumental serta mempertimbangkan potensi ancaman bahayanya, maka terhitung mulai tanggal 22 September 2017 pukul 20.30 WITA status aktivitas Gunungapi Agung dinaikkan dari Level III (Siaga) ke Level IV (Awas).
6. Rekomendasi
  1. Masyarakat di sekitar G. Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya yaitu di dalam area kawah G. Agung dan di seluruh area di dalam radius 9 km dari Kawah Puncak G. Agung dan ditambah perluasan sektoral ke arah Utara-Timurlaut dan Tenggara-Selatan-Baratdaya sejauh 12 km. Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan G. Agung yang paling aktual/terbaru.
  2. Jika erupsi terjadi maka potensi bahaya lain yang dapat terjadi adalah terjadinya hujan abu lebat yang melanda seluruh Zona Perkiraan Bahaya. Hujan abu lebat juga dapat meluas dampaknya ke luar Zona Perkiraan Bahaya bergantung pada arah dan kecepatan angin. Pada saat rekomendasi ini diturunkan, angin bertiup dominan ke arah Barat-Baratlaut. Oleh karena itu, diharapkan agar hal ini dapat diantisipasi sejak dini terutama dalam menentukan lokasi pengungsian.
  3. Mengingat adanya potensi bahaya abu vulkanik yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan akut (ISPA) pada manusia maka diharapkan seluruh masyarakat, utamanya yang bermukim di sekitar G. Agung maupun di Pulau Bali, segera menyiapkan masker penutup hidung dan mulut maupun pelindung mata sebagai upaya antisipasi potensi bahaya abu vulkanik.
  4. Pemerintah Daerah beserta jajarannya maupun BNPB agar segera membantu dalam membangun jaringan komunikasi melalui telepon seluler (Grup WhatsApp) maupun komunikasi melalui radio terintegrasi untuk mengatasi keterbatasan sinyal telepon seluler di antara pihak-pihak terkait mitigasi bencana letusan G. Agung. Diharapkan agar proses diseminasi informasi yang rutin dan cepat dapat terselenggara dengan baik.
  5. Seluruh pemangku kepentingan di sektor penerbangan agar terus mengikuti perkembangan aktivitas G. Agung secara rutin karena data pengamatan dapat secara cepat berubah sehingga upaya-upaya preventif untuk menjamin keselamatan udara dapat dilakukan.
  6. Seluruh pihak agar menjaga kondusivitas suasana di Pulau Bali, tidak menyebarkan berita bohong (hoax) dan tidak terpancing isu-isu tentang erupsi G. Agung yang tidak jelas sumbernya.
  7. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah, BNPB, BPBD Provinsi Bali dan BPBD Kabupaten Karangasem dalam memberikan informasi tentang aktivitas G. Agung.
  8. Masyarakat di sekitar G. Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan diharap untuk tetap tenang namun tetap menjaga kewaspadaan dan mengikuti himbauan Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota beserta aparatur terkait lainnya sesuai dengan rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi sehingga jika diperlukan upaya-upaya mitigasi strategis yang cepat, dapat dilakukan dengan segera dan tanpa menunggu waktu yang lama.
  9. Seluruh masyarakat maupun Pemerintah Daerah, BNPB, BPBD Provinsi Bali, BPBD Kabupaten Karangasem, dan instansi terkait lainnya dapat memantau perkembangan tingkat aktivitas maupun rekomendasi G. Agung setiap saat melalui aplikasi MAGMA Indonesia yang dapat diakses melalui website https://magma.vsi.esdm.go.id atau melalui aplikasi Android MAGMA Indonesia yang dapat diunduh di Google Play. Partisipasi masyarakat juga sangat diharapkan dengan melaporkan kejadian-kejadian yang berkaitan dengan aktivitas G. Agung melalui fitur Lapor Bencana. Para pemangku kepentingan di sektor penerbangan dapat mengakses fitur VONA (Volcano Observatory Notice for Aviation).

Gunung Agung- Berubah Menjadi Status Awas

BALI - Sejak ditetapkannya status Awas (Levwl 4) Gunung Agung pada 22/9/2017 pukul 20.30 Wita, ribuan masyarakat melakukam evakuasi dan petugas juga mengangkut pengungsi ke luar dari daerah berbahaya. Data sementara yang dihimpun Pusdalops BPBD Bali hingga siang ini tercatat 15.142 jiwa pengungsi yang tersebar di 125 titik pengungsian.
Pengungsi tersebar di 7 kabupaten di sekitar Gunung Agung yaitu di Kabupaten Badung 5 titik (35 jiwa), Kabupaten Bangli 17 titik (465 jiwa), Kabupaten Buleleng 10 titik (2.423 jiwa), Kabupaten Denpasar 6 titik (343 jiwa), Kabupaten Giayar 9 titik (182 jiwa), Kabupaten Karangasem 54 titik (7.852 jiwa), Kabupaten Klungkung 21 titik (3.590 jiwa) dan Kabupaten Tabanan 3 titik (252 jiwa). Pendataan masih dilakukan oleh BPBD. Diperkirakan jumlah pengungsi masih bertambah.
Pengungsi berada di GOR, balai desa  banjar, rumah penduduk dan kerabatnya. Banyak titik pengungsian menyebabkan distribusi logistik dan bantuan terkendala karena petugas harus menyalurkan ke lokasi pengungsian yang terpencar. 
Rasa solidaritas yang tinggi sesama masyarakat, banyak yang menawarkan rumah dan bangunannya untuk digunakan sebagai tempat pengungsian seperti yang dilakukan oleh warga yang bisa menampung 50 orang beserta fasilitas air bersih, tempat tidur dan makanan sehari-hari di Pejeng Kangin Tampak Siring.
Begitu juga warga bernama Nyoman Suardika yang menyediakan tempat penampungan ternak di wilayah Besang Kawan Klungkung secara gratis. Bahkan juga menyediakan tempat pengungsian di dekatnya untuk kapasitas 30 orang sehingga bisa mencari pakan ternaknya. Bantuan masyarakat secara swadaya juga banyak dilakukan. Ini adalah modal sosial yang luar biasa. Masyarakat secara mandiri dan spontan saling membantu anggota masyarakat yang mengungsi. Upaya masyarakat ini layak diapresiasi dan didorong agar tidak bergantung pada bantuan pemerintah. Pemerintah pasti akan memberikan bantuan kepada para pengungsi namun ada beberapa kendala di lapangan yang sangat dinamis.
BPBD telah membangun Posko Tanggap Darurat. Untuk para pengungsi untuk data dan bantuan bisa menghubungi call center Pusdalops Denpasar 0361 223333 dan emergency call Denpasar 112. 
Informasi dan dihimbau kepada masyarakat yang mau mengumpulkan donasi, baik berupa barang maupun uang, agar disetor melalui satu pintu yaitu Posko Utama Satgas Siaga Darurat, Alamat Dermaga Cruise Tanah Ampo, Manggis Kabupaten Karangasem. Dengan kordinator Bapak Subadi, atau sumbangan minimal dicatat jumlah dan bentuk sumbangan serta akan disalurkan kemana. Call center Posko Darurat Gunung Agung Kabupaten Karangasem 081353965324.
Sutopo Purwo Nugroho
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB

Senin, 11 September 2017

Lebih dari 2.726 Desa Kekeringan, Jutaan Masyarakat Terdampak di Jawa dan Nusa Tenggara


JAKARTA-Meskipun musim kemarau normal pada periode 2017 ini, namun telah memberikan menyebabkan kekeringan dan krisis air di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Berdasarkan data sementara yang dihimpun Pusat Pengendali Operasi (pusdalops) BNPB terdapat sekitar105 kabupaten/kota, 715 kecamatan, dan 2.726 kelurahan/desa yang mengalami kekeringan saat ini di Jawad an Nusa Tenggara. Sekitar 3,9 juta jiwa masyarakat terdampak kekeringan sehinga memerlukan bantuan air bersih. Kekeringan juga menyebabkan 56.334 hektar lahan pertanian mengalami sehingga 18.516 hektar lahan pertanian gagal panen.

Berdasarkan sebaran wilayahnya, kekeringan di Jawa Tengah melanda 1.254 desa yang tersebar di 275 kecamatan dan 30 kabupaten/kota sehingga memberikan dampak kekeringan  terdapat 1,41 juta jiwa atau 404.212 KK. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengeluarkan status siaga darurat kekeringan hingga Oktober 2017.Di Jawa Barat kekeringan melanda 496 desa di 176 kecamatan dan 27 kabupaten/kota sehingga berdampak kepada 936.328 jiwa penduduk. Delapan kepala daerah kabupaten/kota telah mengeluarkan status siaga darurat kekeringan yaitu Kabupaten Ciamis, Cianjur, Indramayu, Karawang, Kuningan, Sukabumi, Kota Banjar, dan Kota Tasikmalaya.Begitu pula halnya dengan di Jawa Timur, kekeringan melanda 588 desa di 171 kecamatan dan 23 kabupaten/kota.

Di Nusa Tenggara Barat kekeringan melanda 318 desa di 71 kecamatan yang tersebar di 9 kabupaten meliputi Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, Bima dan Kota Bima. Sebanyak 640.048 jiwa atau 127.940 KK masyarakat terdampak kekeringan. Sedangkan di sembilan kabupaten di Provinsi Kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT) dilaporkan mengalami darurat kekeringan. Hal itu menyusul sumber-sumber mata air mulai mengering. Sembilan kabupaten yang melaporkan darurat kekeringan itu adalah Flores Timur, Rote Ndao, Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Malaka, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Sabu Raijua.

Di Provinsi DI Yogyakarta, kekeringan melanda di 10 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo. Di 10 kecamatan tersebut ada 32 desa yang terdampak kekeringan , ada 12.721 Jiwa di dalam 7.621 KK yang terdampak kekeringan di musim kemarau ini. Penyaluran air bersih terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan kekeringan dan dampaknya di Provinsi Banten, dan Bali masih dilakukan pendataan. Sebagian besar daera-daerah yang terlanda kekeringan adalah daerah-daerah yang pada tahun-tahun sebelumnya juga mengalami kekeringan. Masih tingginya kerusakan lingkungan dan daerah aliran sungai menyebabkan sumber air mengering. Pasokan air di sungai menyusut drastis selama musim kemarau. Di satu sisi kebutuhan air masih meningkat sehingga kekeringan menahun masih terjadi di wilayah tersebut.

Upaya yang dilakukan untuk jangka pendek adalah bantuan dropping air bersih melalui tangki air. BPBD Bersama SKPD, relawan dan dunia usaha telah menyalurkan jutaan liter air bersih kepada masyarakat. Beberapa daerah dijadual untuk pengiriman bantuan air bersih karena keterbatasan mobil tangki air. Air bersih ini untuk memenuhi kebutuhan minum dan memasak. Sedangkan untuk mandi dan cuci warga harus memanfaatkan sumber-sumber mata air dari sungai atau embung-embung. BNPB memberikan bantuan dana siap pakai kepada BPBD yang telah menetapkan status darurat untuk menangani kekeringan.

Upaya mengatasi kekeringan sudah dilakukan setiap tahun, namun upaya ini belum dapat menuntaskan semuanya. Pembangunan sumur bor, pembangunan perpipaan, pemanenan hujan, pembangunan embung, bendung dan waduk telah dapat mengurangi dampak kekeringan. Upaya ini masih terus dilakukan ke depan.

Diperkirakan kekeringan masih akan berlangsung hingga akhir Oktober 2017 mendatang. BMKG telah merilis bahwa sebagian besar pulau Jawa saat ini sedang mengalami puncak musim kemarau, dan akan masuk awal musim hujan pada Oktober-November 2017. Awal Musim Hujan 2017/2018 di sebagian besar daerah diprakirakan mulai akhir Oktober - November 2017 sebanyak 260 zona musim (76%) dan mengalami puncak musim hujan pada Desember 2017-Februari 2018.

Sutopo Purwo Nugroho
Kepala Pusat data Informasi dan Humas BNPB